Kamis, 28 November 2013

Nasib Surat Kabar di Tengah Terpaan Media Digital

November 28, 2013 : by Debora Thea / Universitas Multimedia Nusantara News Service


Koran sebagai media konvensional kini tengah bersaing ketat dengan media digital seperti televisi, radio, internet, smartphone, e-reader hingga tablet. Menghadapi situasi tersebut, berbagai cara dilakukan oleh koran termasuk harian KOMPAS untuk menyelamatkan diri dari kepunahan. 

Digital media yang serba modern dan praktis menjadi ancaman bagi media cetak seperti koran. Informasi yang ada bisa disebarkan secara cepat pada saat itu juga dengan media-media baru seperti televisi, sosial media, sedangkan koran baru dapat menerbitkannya di esok hari. Hal ini mengakibatkan orang punya habit baru. 

“Mereka ingin informasi yang banyak, dinamis, up-to-date, lebih instan dan interaktif serta mudah diproses. Dan mereka juga suka media yang colorful dan penuh dengan grafis,” tutur CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo di CoNMedia 2013, Kamis (28/11)

Beliau mengatakan di tahun 1998, Bill Gates pernah meramalkan bahwa koran akan punah di tahun 2000an. Koran akan menghadapi berbagai tantangan seperti menurunnya oplah penjualan, isu lingkungan (penggunaan kertas yang banyak), namun prediksi tersebut tidak benar, karena koran telah menemukan cara untuk tetap bertahan yakni melalui kombinasinya dengan internet. Mengubah single medium menjadi multimedia. “Akhirnya, 92% koran di seluruh dunia bergabung dengan internet,” tutur pak Agung. 

Meski telah masuk ke ranah internet, koran konvensional (koran cetak) ternyata tetap memiliki pelanggan setia yang lebih memilih untuk membacanya dibandingkan mencari berita melalui sosial media. Menurut pak Agung, sebagian besar dari mereka berumur 35 tahun ke atas. “Kalau di internet atau sosial media, banyak berita hoax yang beredar sehingga orang lebih percaya ke media cetak karena lebih kredibel. Itu salah satu kekuatan media cetak,” tambah Beliau. 

Lalu, bagaimana cara lain yang bisa ditempuh koran untuk mampu bertahan? Kita bisa melihat dari apa yang telah dilakukan KOMPAS sebagai koran yang telah memiliki kredibilitas sendiri di mata masyarakat Indonesia. Mereka melakukan investasi dalam kontennya, menjaga kredibilitas dan keakuratannya serta dilakukan newspaper market monitoring. 

Kemudian, KOMPAS mengajak pembacanya dalam sebuah forum yang dibentuk tahun 2002 untuk sharing opini, kritik dan masukan, membentuk grup diskusi berskala dengan tema yang spesifik. Selain itu, investasi dalam printing machine, membuat advertising yang kreatif serta inovasi di konten editorial. Dan yang terakhir, investasi di dunia digital dalam proyek Ekspedisi Cincin Api yang melibatkan banyak platform media. (*) 




Media Baru Ciptakan Paradigma Baru Kehidupan

November 27, 2013 : by Debora Thea / Universitas Multimedia Nusantara News Service


Kehadiran media digital sebagai penerus dari media konvensional sedikit banyak mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap masalah dan persoalan di kehidupan sehari-hari. Pengetahuan dan awareness terhadap jenis media ini kerap dibagikan melalui seminar, konferensi maupun diskusi dan salah satunya CoNMedia 2013 yang diselenggarakan oleh UMN. 

Media digital yang menjadi suatu bentuk media baru hasil perkembangan teknologi dan informasi telah memberikan banyak perubahan dalam kehidupan sehari-hari. Kemajuan ini akan memberikan dampak yang berbeda dengan apa yang mampu dilakukan media konvensional sebelumnya. Untuk mengenal dan mengetahui lebih jauh mengenai apa yang dapat dihasilkan oleh media digital di masa depan, dilakukan sharing informasi melalui berbagai kegiatan salah satunya dengan konferensi. 

Universitas Multimedia Nusantara (UMN) sebagai universitas yang berbasis ICT dalam pembelajarannya, ikut berpartisipasi dalam mengedukasi masyarakat mengenai new media studies melalui Conference of New Media Studies (CoNMedia) 2013. Konferensi internasional ini dilaksanakan di kampus UMN, Gading Serpong, Tangerang, Rabu (27/11) dan Kamis (28/11) dengan menghadirkan pembicara-pembicara yang tidak hanya dari Indonesia tetapi juga dari luar negeri. Topik yang dibahas meliputi semua aspek new media studies seperti konten media baru, bisnis dan teknologi. 

Konferensi selama dua hari ini mengambil tempat di New Media Tower UMN, Gedung C Lantai 3. Pembukaan CoNMedia 2013, Rabu (27/11) dilakukan oleh Rektor UMN Dr. Ninok Leksono dilanjutkan dengan empat keynote speaker terkemuka yang membawakan seminar dengan pembahasan yang berbeda-beda. Mereka adalah Prof. Tahee Kim (Youngsan University, Korea), Kuncoro Wastuwibowo (Chairman IEEE Indonesia Section), Prof. Dr. Ir. Richardus Eko Indrajit (Chairman APTIKOM) dan Prof. John Cokley (Swinburne University, Australia). 

Prof. Tahee Kim mengawali diskusi dengan sebuah presentasi mengenai philosophical and aesthetic background of interactivity and user experience. Adanya transisi dari estetika yang ditawarkan seni yang kontemporer dan modern. Prof. Kim mengambil contoh lukisan Monalisa sebagai seni kontemporer yang nilai keindahannya dilihat dari objek dan lukisan ini diam tak bergerak. Kemudian dalam perkembangannya muncul suatu pemahaman dari Marcel Duchamp, ” The creative act is not performed by the artist alone; the spectator brings the work in contact with the external world by deciphering and interpreting its inner qualifications and thus adds his contribution to the creative act” Dengan kata lain, estetika tercipta dari kolaborasi antara seniman dan penikmat seni.

Dari konsep tersebut muncul interactive media, sebuah objek seni interaktif yang melunturkan pembatas antara karya dan penikmatnya. Objek itu bergerak dan berubah mengikuti interaksi dari spectator. Misalnya saja sebuah gambar yang bergerak dan bisa berubah mengikuti pergerakan orang yang sedang melihatnya dan berada di jarak sensor. Ada kamera video yang memantau setiap pergerakan viewers. Inilah karya seni yang dinamis dan perilaku spectatordirefleksikan olehnya. Prof. Kim menyebutkan sebagai mirror metaphor.

Membahas mengenai Converged Digital Ecosystem, Chairman IEEE Mr. Kuncoro Wastuwibowo mengatakan bahwa dalam konteks bisnis dan teknis, tidak direkomendasikan untuk mengisolasi network, pelayanan, jasa dan konten yang sedang berkembang. IEEE sebagai organisasi internasional yang mengembangkan teknologi, telah merancang dan menetapkan standard untuk IP-based Next Generation Service Overlay Network (NGSON) sebagai kerangka untuk mengkonvergensi digital ecosystem. Kemudian, implementasi dari context awareness telah diperluas ke ranah aplikasi, pelayanan dan network configuration serta harus diintegrasikan ke perencanaan ecosystem

Education and Digital Journalism Based on New Media
New Media juga dikembangkan dalam bidang pendidikan. Di era globalisasi, kualitas SDM memiliki peran yang penting. Hingga saat ini, pendidikan atau kampus masih lebih banyak berpusat di Jawa dan Sumatera sedangkan di bagian timur Indonesia masih sedikit. Banyak daerah yang sebenarnya punya potensi besar tapi masih belum memiliki kampus, sarana pendidikan atau orang-orang yang kompeten. Padahal di tahun 2015 akan ada persaingan global di mana orang-orang dari negara lain akan mudah keluar masuk Indonesia, maka menurut Prof. Dr. Ir. Richardus Eko Indrajit dari APTIKOM, ini merupakan sesuatu yang harus dibenahi. “Mimpi kami ialah mencapai pendidikan yang berkualitas,” ungkap beliau.

Ditinjau dari sisi tenaga pendidik, Indonesia bisa dikatakan masih kurang. “Tahun depan ada peraturan baru pemerintah kalau mau menjadi dosen minimal harus bergelar Master. Sekarang ini lebih dari 50% dosen Indonesia masih bergelar Bachelor,” jelas Prof. Eko. Hal ini bisa mengakibatkan daya saing Indonesia rendah. Untuk itu beliau memikirkan suatu cara yang out of the box untuk mengatasi permasalahan tersebut. Ditilik dari jaman yang semakin berkembang, new media dijadikan solusinya. Adanya konvergensi EMC in C3 (Entertainment Media Communication in Consumers-Computer-Communication) membuat orang merasakan adanya multimedia portable communication dengan penggunaan internet dan smartphone. Karena itu disusun konsep untuk membuat kelas dengan sistem cloud computing

Belajar dapat dilakukan di mana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Profesor dapat bertatap wajah langsung dengan mahasiswa-mahasiswinya melalui conference secara virtual, materi-materi disimpan dalam suatu server sehingga semua bisa akses. Sistem pembelajaran seperti ini meskipun masih mengalami kendala di koneksi jaringan atau platform untuk multi interaction, tetapi metode ini telah diterapkan dan masih terus dikembangkan oleh APTIKOM.   

Pembicara terakhir, Prof. John Cokley (Swinburne University, Australia) membahas mengenai riset bersama salah satu mahasiswanya mengenai Citizen Journalism di Indonesia. Siapa saja yang menjadi CJ, tugas-tugas apa yang mereka lakukan, tools yang digunakan dan hubungannya dengan audience

Berdasarkan riset tersebut, Prof. Cokley memberikan sepuluh rekomendasi jika ingin menjadi Citizen Journalist di Indonesia, antara lain; membentuk komunitas online dan memanfaatkannya untuk membentuk komunitas jurnalistik dan audience, menggunakan smartphone untuk mengirim pesan danweb publishing, melakukan training in time management untuk membantu pekerjaan anda, gunakan bahasa ibu dalam penulisan berita, tempat yang strategis untuk menjangkau audience seperti alun-alun, balai, warteg dan warung, menulis berita dengan topik yang digemari dan diinginkan oleh masyarakat, menghormati agama islam sebagai agama mayoritas, menyediakan konten untuk middle-age woman, televisi, youtube dan smartphone menjadi tools of choice serta membuat konten untuk orang-orang di institusi pendidikan dan pemerintahan. 


CoNMedia 2013 akan kembali diadakan Kamis (28/11) dengan pembicara-pembicara yang akan membawakan topik-topik yang tak kalah menarik (*) 

Selasa, 26 November 2013

Pentingnya Berkonsep Dalam Fotografi

November 21, 2013 : by Debora Thea / Universitas Multimedia Nusantara News Service


“Kita perlu mencatat atau menggambar konsep untuk pemotretan karena kita tidak bekerja sendiri. Ada stylish, klien, crew, model , jadi susah unhtuk menyampaikan ide yang ada di kepala dengan bahasa,” tutur pak Tirta Yudha. 

Pentingnya berkonsep sebelum melakukan photo shoot model atau studio diutarakan oleh pak Tirta Yudha dalam workshop bersama Oktagon, Kamis (20/11) pagi. Fotografer yang lama berkecimpung di dunia majalah ini telah banyak menangani pemotretan model untuk produk, cover dan editorial contentdan semuanya diawali dengan pematangan konsep. 

“Kebanyakkan orang malas untuk berkonsep. Padahal presentase untuk tahap pre-production sebesar 30%, artinya kalau kita skip konsep pekerjaanya tidak sempurna,” jelas beliau. Selanjutnya, untuk produksi 40% dan post-production 30%. Kebanyakkan porsi untuk post-production tidak terlalu banyak.

Dalam berkonsep, langkah-langkah yang perlu dilakukan ialah menuangkan ide dalam gambar yang sederhana saja, kemudian dilakukan cek lokasi terlebih dahulu sebelum hari pemotretan. Hal tersebut dilakukan untuk menentukan angle-angle yang tepat, lighting position, mengetahui apa saja yang mengganggu sehingga bisa segera diatasi. Kemudian, perlu juga membawa kamera dengan lensa yang sama dengan yang akan digunakan saat pemotretan. Dan mengapa semuanya itu harus dilakukan sebelum pemotretan? Agar saat hari produksi semuanya sudah siap dan tidak buang waktu. 

Selanjutnya, pak Tirta Yudha lebih banyak memperlihatkan foto-foto selama ia mengerjakan proyek untuk Harper’s Bazaar yang bekerja sama dengan Mango. Bagaimana posisi lighting yang benar supaya menghasilkan foto yang natural, bukan digital imaging. Setelah dibekali ilmu, mahasiswa-mahasiswi DKV yang menjadi pesertanya diberikan kesempatan untuk mempraktekkan langsung foto model di ruangan dengan alat-alat yang telah disediakan oleh pihak Oktagon. 

Dari keseluruhan workshop ditekankan bahwa untuk hasilkan foto yang bagus dengan kualitas profesional, dari pre-production, production hingga post-production harus matang dan maksimal. (*) 


Belajar Bikin Game dengan LUMINOV

Belajar Bikin Game dengan LUMINOV

November 20, 2013 : by Debora Thea / Universitas Multimedia Nusantara News Service

LUMINOV, studio game creator WAFER FACTORY memberikan tips and trick seputar pembuatan game tersebut kepada mahasiswa-mahasiswi ICT UMN, Rabu (20/11). WAFER FACTORY dinobatkan sebagai juara pertama di ajang GemFest 2013 yang diselenggarakan oleh Kreon Mobile Oktober silam. 

Dilihat dari namanya, WAFER FACTORY bisa digambarkan sebagai game yang berhubungan dengan produksi wafer di pabrik. Ya, dalam puzzle game ini pemain ditugaskan untuk menumpukkan layer-layerwafer menjadi wafer yang lebih besar dan lebih bagus kemudian dimasukkan ke kotak yang tepat sesuai dengan rasa (strawberry, susu, coklat dan sebagainya). Semakin tinggi level semakin banyak pula tantangan yang harus dihadapi. 

Pembuatan game ini sendiri dari sejak pembuatan konsep hingga prototype selesai memakan waktu hampir dua bulan. Semuanya diawali dari mencari inspirasi dan brainstorming ide. “Kita lihat dari kebutuhan apa yang mau kita jawab melalui game kita. Setelah dipikir-pikir akhirnya ada dua, game ini bisa dimainkan oleh segala umur dan kalangan. Maka itu kita bikin puzzle game karena selain semua orang di dunia memainkannya, pasarnya juga luas. Kemudian, terintegrasi juga dengan sosial media,” jelas Ivan Jayadi dari Luminov. Tujuannya dibuat agar terhubung dengan sosial media  seperti facebook dan twitter supaya pemain dapat saling adu skor serta membeli item yang berhubungan dengan game. 

Kekuatan lain dari WAFER FACTORY sehingga bisa muncul sebagai game puzzle yang outstanding ialahgameplay yang berbeda dan keluar dari tendensi game developer dunia. “Kebanyakkan dari mereka mengambil game yang sudah terkenal dan bikin yang sama persis tapi item dan asetnya diganti-ganti,” kata Ivan. Untuk WAFER FACTORY, dicitpakan cara bermain yang baru dan grafis yang menggunakan warna dark sehingga terkesan agak suram. Dengan warna unik tersebut diharapkan publik dapat dengan mudah mengenal, mengingat dan menciptakan image tersendiri di mata pemain sebagai game khas buatan Luminov. 

Seusai mengumpulkan inspirasi baru dilakukan eksplorasi seluas-luasnya untuk seluruh elemen yang bisa digunakan untuk game serta variasi agar tidak membosankan, namun yang paling penting ialah ‘wow’ efek, sesuatu yang bisa membuat pemain tetap termotivasi untuk terus bermain. “Ada dua tahap yang harus diperhatikan. Pertama, dari calon pemain menjadi pemain perlu sesuatu yang menarik mereka untuk mencoba dan download game. Kedua, setelah dia mulai main, kita berikan tantangan sehingga enggak bosan untuk main,” jelas Ivan. Efek yang diterapkannya dalam WAFER FACTORY seperti menambahkan fitur-fitur baru; achievement dan quest, tiba-tiba wafer bisa keluar racun atau ada bomnya. Selain itu ditambahkan story untuk setiap beberapa level. Semakin tinggi level semakin menantang. Ivan menyebutnya sebagai easy to play, hard to master

“Saat buat game, kita harus bisa fokus dengan apa yang ingin dibuat. Tentukan satu arah, kalau ada yang tidak cocok dengan tujuan game itu kita relakan. Lalu untuk tahap mengerjakan prototype, mulai dari pengembangan aset, memperbagus aset, coding, semuanya dilakukan bertahap, tidak dikerjakan langsung kelar semua. Harus sabar,” pesan Ivan kepada peserta seminar. 

Selain sharing tips dan trick, General Manager Luminov Tanaka Murinata turut menyadarkan peserta terhadap tantangan pengembangan game di Indonesia, yakni mindset konsumen, SDM dan promosi “Di Indonesia pembelian aplikasi sedikit karena kebanyakkan masih download. Dari sisi SDM, programmerIndonesia masih belum banyak. Dan terakhir, untuk launching game juga sedikit sulit. Game ada di Playstore supaya bisa didownload itu tidak gampang. Harus bersaing dengan jutaan aplikasi lainnya,” jelas Tanaka. 

Dengan ilmu yang telah dibagikan oleh Luminov pagi ini, mahasiswa-mahasiswi ICT UMN diharapkan dapat menghasilkan game-game yang tak kalah menarik dan outstanding serta bisa mengatasi tantangan-tantangan yang ada, kemudian muncul sebagai insan-insan berprestasi untuk almamater dan negri. (*)

Kuliah di Jakarta untuk jurusan program studi Teknik Informatika|Sistem Informasi|Sistem Komputer|Akuntansi|Manajemen|Ilmu Komunikasi|Desain Komunikasi Visual, di Universitas Multimedia Nusantarawww.umn.ac.id